Senin, 25 Oktober 2010

Cara Mencegah Penyakit Gunung

Berada di suatu ketinggian memang sering menimbulkan rasa yang tak seperti dalam batas kehidupan kita. Penyakit yang tak bisa kita duga sering muncul, walau kita sering menyadari dari awal bahwa kita sehat sebelum berada dalam ketinggian tertentu. Ini bisa terjadi bila kita berada dalam ketinggian semisal seperti mendaki gunung. Pertama kali kita menapak dataran tinggi seperti gunung, kita akan merasakan reaksi dataran tinggi seperti pusing, denyut jantung cepat, sesak nafas, letih, telinga berdenging dan insomnia. Penyakit tersebut akan jarang terjadi jika kita berada di ketinggian tak kurang dari 2500 mdpl.

Semakin tinggi permukaan laut, semakin mudah membuat orang mengidap penyakit gunung, lebih-lebih bagi orang yang berasal dari daerah yang rendah dari permukaan laut. Gejala dininya sebagai berikut, pening, tersengal-sengal dalam mengadakan kegiatan yang ringan, merasa mual, tidak bernafsu makan, gangguan tidur, dan frekuensi napas tidak teratur setelah tertidur, bahkan dapat berhenti untuk sementara. Gejala akhir termanifestasi sebagai berikut: emsifema paru, seperti sesak napas, bahkan dalam keadaan tengah beristirahat, bibirnya kebiru-biruan, berdahak putih ketika batuk, yang berat bahkan mengeluarkan dahak berbusa yang berwarna merah muda. Gejala kekurangan oksigen di bagian otak, misalnya pening, kelainan peri laku dan jalannya sempoyongan, kalau muncul ngantuk-ngantuk atau pingsan, dapat memicu bahaya kematian.Kecuali memang anda tukang tidur ngorok tanpa pandang tempat.
Bagi mereka yang tidak berat gejalanya, sebaiknya dianjurkan untuk tidak meneruskan lagi pendakiannya dan beristirahat selama beberapa hari, setelah itu barulah melanjutkan pendakiannya. Harus tidur dengan badan terlentang dan minum asetazolamide.
Tapi bagi penderita yang berat, dianjurkan untuk segera turun gunung, bahkan sudah tengah malam pun. Karena dengan turun 300 meter saja, gejala penyakit akan sangat berkurang, dan penderita akan terancam jiwanya bila terlambat mengambil langkah. Perubahan sifat atau tingkah laku seseorang ketika berada di dataran tinggi atau sedang mendaki gunung yang tinggi, seperti menyangkal dirinya jatuh sakit, menolak bekerja sama dan menolak untuk turun gunung dan lain sebagainya, tidak jarang merupakan gelaja penyakit gunung yang parah, maka harus diperhatikan.
Pantang semata-mata menunggu pertolongan dan bantuan. Kalau masih dapat berjalan, biar pun gentayangan, harus cepat-cepat turun gunung. Kalau sudah susah berjalan, dapat turun gunung dengan diusung. Dan di bawah petunjuk dokter yang berpengalaman, minum obat seperti asetazolamide, dexamethasone dan nifedipine.

Pertama, mendaki gunung secara berangsur. Menyediakan waktu yang cukup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kurang oksigen. Khususnya di daerah yang berada pada ketinggian 3.000 meter ke atas dari permukaan laut, setiap hari mendaki tidak lebih dari 300 meter. Karena penderita penyakit gunung jarang dapat menyadari bahwa dirinya sudah terkena penyakit tersebut, maka dalam perjalanan, antar teman harus saling memperhatikan dan mengamati.
Kedua, harus beristirahat cukup. Setelah menginjakkan kaki di suatu kota yang tinggi dari permukaan laut, pada hari pertama haruslah beristirahat dengan tenang, kalau merasa letih segera berbaring, jangan tergesa-gesa mengerjakan sesuatu.
Ketiga, banyak minum air. Udara di daerah dataran tinggi sangat kering, dapat menyebabkan dehidrasi badan, dan gejala itu dapat memperberat penyakit gunung. Maka, sehari sebelum mendaki gunung harus menambah suplai air minum yang cukup, dengan setiap hari minum 6-8 liter air.
Keempat, tidak minum arak atau minum sedikit saja. Alkohol dapat memperberat penyakit gunung, yang memicu dehidrasi dan memperlamban pernafasan.
Kelima, mengkonsumsi makanan yang tak berlemak dan kaya karbohidrat, menjauhi goreng-gorengan.
Keenam, tidak merokok, karena merokok dapat menurunkan kadar oksigen darah.
Ketujuh, tidak minum obat tidur. Karena penyebab insomnia kebanyakan adalah kekurangan oksigen. Minum obat tidur atau obat penenang tidak saja tidak ada gunanya, malah dapat memperlamban pernafasan dan memperberat insomnia.
Ke-delapan, dengan tepat menggunakan obat pencegah penyakit gunung.
Asetazolamide dapat mencegah penyakit gunung yang ringan, misalnya pening. Sehari sebelum mencapai ketinggian 2.700 meter dari permukaan laut, mulailah minum obat pencegah, setiap hari dua kali, tapi bagi mereka yang alergi terhadap sulfa dilarang minum asetazolamide. Kalau perlu dapat minum preparat penenang dan aminophylline. Mengkonsumsi jeli ginseng dan Rhodiola rosea sebagai tambahan juga cukup ideal untuk meredakan reaksi dataran tinggi.
Selain penyakit gunung yang menghantui para pendaki gunung, ada gejala tertentu juga patut diwaspadai para penggemar mendaki gunung tinggi. Misalnya bengkak di bagian pelupuk mata, muka dan tangan di pagi hari dan bagian buku kaki di malam hari, umumnya dapat berangsur-angsur membaik dan sembuh sendiri. Luka tersengat sinar matahari. Sinar ultraviolet di daerah dataran tinggi sangat kuat, kalau kurang memperhatikan perlindungannya, mungkin dapat cepat memicu luka terbakar permukaan kulit dan retina. Perlu memoleskan krim anti kejemur, memakai kaca mata khusus dan topi penahan sinar matahari dan lain sebagainya. Nyeri di bagian lutut. Sedapat mungkin menghindari terlalu lamanya berjalan turun gunung, harus menggunakan tongkat sebagai penopang, dalam rangka mengurangi gesekan di bagian lutut.

Obat - obat tadi di atas bisa kok di temui di toko obat..ya iyalah...toko obat, tak adalah di bengkel atau tukang pijat urut...atau tukang sunat! Selamat mendaki!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar